Bumi Cinta

Membumikan Cinta Sepenuh Jiwa Memberi Arti Pada Yang Maha Esa

PETROGRAFI BATUAN BEKU FRAGMENTAL (PIROKLASTIK)

Tinggalkan komentar

2.1. Pengertian

Batuan piroklastik adalah jenis batuan yang dihasilkan oleh proses lisenifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat volkanis selama erupsi yang bersifat eksplosif. Bahan-bahan jatuhan kemudian mengalami litifikasi baik sebelum ditransport maupun rewarking oleh air atau es.

Batuan Piroklastik merupakan batuan gunungapi bertekstur klastika sebagai hasil letusan gunungapi dan langsung dari magma pijar. Piroklastik merupakan fragmen yang dibentuk dalam letusan volkanik, dan secara khusus menunjuk pada klastika yang dihasilkan dari magmatisme letusan. Dalam mempelajari batuan piroklastik kita tidak dapat lepas dari mempelajari bagaimana mekanisme pembentukan dan karakteristik endapan piroklastik.

Batuan piroklastik berdasarkan mekanisme pembentukannya dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu jatuhan piroklastik, aliran piroklastik dan seruakan (surge) piroklastik. Jatuhan piroklastik merupakan onggokan piroklastik yang diendapkan melalui media udara, dan terbentuk setelah material hasil letusan dikeluarkan dari kawah, menghasilkan suatu kolom erupsi. Aliran piroklastik merupakan aliran panas berkonsentrasi tinggi, menyusuri permukaan, mudah bergerak, berupa gas dan partikel
terdispersi yang dihasilkan oleh erupsi volkanik. Seruakan piroklastik adalah piroklastik yang mekanisme transportasinya secara dihembuskan, disemburkan atau menyeruak secara lateral yang mengangkut piroklas sepanjang permukaan sebagai kelanjutan dari sistem turbulen, mengandung partikel rendah dan merupakan dispersi gas dengan bahan padat. Jatuhan, aliran dan seruakan piroklastik ini jika terjadi pada lingkungan yang berbeda contohnya lingkungan subaerial dan subaqueus akan mempunyai mekanisme berbeda dan memberikan karakteristik endapan tersendiri.

Batuan piroklastik sangat berbeda teksturnya dengan batuan beku, apabila batuan beku adalah hasil pembekuan langsung dari magma atau lava, jadi dari fase cair ke fase padat dengan hasil akhir terdiri dari kumpulan kristal, gelas ataupun campuran dari kedua-duanya. Sedangkan batuan piroklastik terdiri dari himpunan material lepas-lepas (dan mungkin menyatu kembali) dari bahan-bahan yang dikeluarkan oleh aktifitas gunung api, yang berupa material padat berbagai ukuran (dari halus sampai sangat kasar, bahkan dapat mencapai ukuran bongkah). Oleh karena itu klasifikasinya didasarkan atas ukuran butir maupun jenis butirannya.pengamatan petrografi dari batuan piroklastik ini sangat terbatas, oleh karena itu sangat di anjurkan, untuk mempelajari dengan baik dari kelompok batuan piroklastik ini harus dilakukan pengamatan di lapangan, karena keterbatasan yang dimiliki bila hanya dilakukan pengamatan mikroskopi saja. ( Yuwono, 2002)

  • Tipe 1

    Batuan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat volkanik jatuh ke darat yang kemudian kering akibat pengaruh medium udara, kemudian mengalami litifikasi membentuk batuan fragmental.Jadi jatuhan piroklastik ini belum mengalami pengangkutan.

  • Tipe 2

    Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat volkanik terangkut ke dalam tempat pengendapannya yaitu di daratan yang kering dengan media gas yang dihasilkan dari magma sendiri yang merupakan aliran abu yang merupakan onggokan aliran litifikasi dan membentuk batuan fragmental.

  • Tipe 3

    Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang jatuh ada suatu tubuh perairan (baik darat maupun laut) yang tenang arusnya sangat kecil, onggokan aliran litifikasi dan membentuk batuan fragmental.

  • Tipe 4

    Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang jatuh pada suatu tubuh perairan yang arusnya aktif (bergerak). Sebelum mengalami litifikasi mengalami rewarking dan dapat bercampur dengan batuan lain yang dihasilkan akan mempunyai struktur sediment basa.

  • Tipe 5

    Bahan piroklastik yang telah jatuh sebelum mengalami pelapukan kemudian diangkut dan diendapkan ditempat lain dengan media air. Hasilnya batuan sedimen dengan asal-usulnya adalah bahan-bahan piroklastik,dengan struktur sediment biasa.

  • Tipe 6

    Bahan piroklastik yang telah jatuh sudah mengalami proses-proses litifikasi, kemudian diendapkan kembali ke tempat yang lain. Batuan yang dihasilkan adalah batuan sediment dengan propenan piroklastik.

2.2. Tekstur Batuan Piroklastik

Klasifikasi tekstur pada batuan piroklastik tidak jauh berbeda dengan tekstur batuan beku plutonik. Yang khas pada batuan piroklastik adalah bentuk pada batuan yang runcing yang tajam, yang biasa dikenal sebagai glass hard atau gelas runcing tajam serta adanya batu apung (pumica).

2.3. Struktur Batuan Piroklastik

Seperti halnya struktur batuan beku plutonik , pada batuan piroklastik juga dijumpai struktur seperti skoriaan, vesikuler, serta amygdaloidal.

2.4. Jenis Endapan Piroklastik Tak Terkonsolidasi

  1. Lapili

Lapili berasal bahasa latin lapillus, yang berarti nama untuk hasil erupsi eksplosif gunung api yang berukuruan 2mm – 64mm. Selain dari fragmen batuan , kadang-kadang terdiri dari mineral – mineral augti, olivine, plagioklas.

  1. Debu Gunung Api

Debu gunung api adalah merupakan batuan piroklastik yang berukuran 2mm- 1/256mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat erupsi eksplosif. Namun ada juga debu gunung berapi yang terjadi karena proses penggesekan pada waktu erupsi gunung api. Debu gunung api masih dalam keadaan belum terkonsolidasi,

  1. Bom Gunung Api

Bom adalah merupakan gumpalan-gumpalan lava yang mempunyai ukuran lebih besar dari 64mm. Beberapa bomb mempunyai ukuran yang sangat besar. Sebagai contoh bomb yang berdiameter 5 meter dengan berat 200kg dengan hembusan setinggi 600 meter selama erupsi. Misalnya, di gunung api Asama, Jepang pada tahun 1935.

  1. Block Gunung Api

Block Gunung Api merupakan batuan piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi eksplosif dari fragmen batuan yang sudah memadat lebih dulu dengan ukuran lebih besar dari 64 mm. Block-block ini selalu menyudut bentuknya atau equidimensional.

2.5. Tipe Endapan Piroklastik

  • Endapan Aliran ( Pyroclastic Flow)

Endapan piroklastik aliran yaitu merupakan jenis material hasil langsung dari pusat erupsi, kemudian teronggokan di suatu tempat. Hal ini meliputi hot avalanche, glowing avalanche, lava collapse ,hot ashes avalanche.

Aliran umumnya berlangsung pada suhu tinggi antara 500°-650°C dan temperaturnya cenderung menurun selama pengalirannya. Penyebaran pada bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi, sebab sifat-sifat endapan tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan. Bagian bawah menampakkan morfologi asal dan bagian atasnya datar.

  • Endapan Surge (Pyroclastic Surge)

Endapan piroklsatik surge merupakan suatu awan campuran dari bahan padat dan gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara trubulensi di atas permukaan. Pada umumnya endapan piroklastik surge ini mempunyai pemilahan yang baik, berbutir halus dan berlapis baik. Endapan ini mempunyai strutur pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan bergelombang hingga planar. Yang paling khas dari endapan ini adalah mempunyai struktur silang siur, melensa dan bersudaut kecil . Endapan surge umumnya kaya akan keratan batuan kristal.

  • Endapan Jatuhan (Pyroclastic Fall)

Endapan piroklastik jatuhan yaitu merupakan onggokan piroklastik yang diendapkan melalui udara . Endapan ini umumnya akan berlapis baik, dan pada lapisannya akan memperlihatkan struktur butiran bersusun. Endapan ini meliputi aglomerat, breksi, piroklastik, tuff dan lapili.

2.6. Klasifikasi Dan Penamaan Batuan Piroklastik

Beragam klasifikasi piroklastik telah diusulkan oleh para ahli, yang masing-masing mempunyai dasar klasifikasi sendiri-sendiri. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa mereka sepakat memberi nama piroklastik , dari mulai yang paling halus hingga yang sangat kasar, berkisar dari abu hingga bom. Meskipun dasar penamaan adalah ukuran butir , tetapi tetap saja tidak ada keseragaman dalam ukuran besar butirnya. Salah satu contoh klasifikasi penamaan batuan piroklastik adalah menurut Tunner & Gilbert, 1954.

Klasifikasi Menurut H. William F.J Tunner Dan C.M Gilbert (1954)

William F.J Turner Dan C.M Giblert (1954) berdasarkan ukuran butir, membagi piroklastik menjadi bom dan bongkahan apabila ukurannya lebih besar dari 32mm;lapili (4-32mm) dan abu (<4mm) . Bom merupakan bahan lepas yang padat saat dikeluarkan sudah berupa bahan padat akan membentuk endapan breksi gunung api.

Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut H. William F.J Tunner Dan C.M Gilbert (1954)

Size

UNCONSOLIDATED

CONSILDATED

> 23

Bomb

Block

Block and ashes

Angglomerat

Volcanic Breciass

Tuff Breceiass

4- 32

Lapili

Cinder (vecikuler)

Lapili

Cindey lapili tuft

¼-4

Coarse Ash

Coarse Tuft

< ¼

Asg or volcanic dust

Tuft

Tabel 2.2 Klasifikasi batuan piroklastik berdasrkan ukurannya (Schmid, 1981)

Ukuran

Piroklas

Endapan piroklastik

Tefra (tak terkonsolidasi)

Batuanpiroklastik (terkonsolidasi)

> 64 mm

Bom, blok

Lapisan bom / blok

Tefra bom atau blok

Aglomerat, breksi piroklastik

2 – 64 mm

Lapili

Lapisan lapili atau

Tefra lapili

Batulapili (lapillistone)

1/16 – 2 mm

Abu/debu kasar

Abu kasar

Tuf kasar

< 1/16 mm

Abu/debu halus

Abu/debu halus

tuf halus

Berdasarkan terbentuknya, fragmen piroklast dapat dibagi menjadi:

· Juvenile pyroclasts : hasil langsung akibat letusan, membeku dipermukaan (fragmen gelas, kristal pirojenik)

· Cognate pyroclasts : fragmen batuan hasil erupsi terdahulu (dari gunungapi yang sama)

· Accidental pyroclasts : fragmen batuan berasal dari basement (komposisi berbeda)

Fragmen:

1. Gelas/ Amorf

2. Litik

3. Kristalin

Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimia, mineral dan teksturnya. Namun, yang paling umum digunakan adalah klasifikasi berdasarkan komposisi mineral dan tekstur.

Material penyusun batuan piroklastik disebut piroklast, dimana material ini dibedakan berdasarkan ukurannya menjadi :

  • Bombdiameter >64mm, bentuk retak-retak seperti kerak roti menunjukkan pendinginan cepat.
  • Blockdiameter >64mm, bentuk angular hingga subangular, menunjukkan terbentuknya setelah dalam bentuk solid.
  • Lapillidiameter 64mm hingga 2mm, terdapat dalam segala macam bentuk.
  • Ash – diameter < 2 mm, dapat dibedakan lagi menjadi coarse ash(2mm -1/16mm) dan fine ash (< 1/16mm).

Batuan piroklasitk tersusun atas akumulasi piroklas yang telah mengalami konsolidasi, batuan ini diklasifikasikan berdasarkan ukuran piroklas penyusunnya. Klasifikasi batuan piroklastik non genetik berdasarkan ukuran dan bentuk piroklas penyusunnya adalah:

  • Aglomerat – tersusun atas piroklast ukuran > 64mm dengan bentuk membundar.
  • Breksi Piroklastik – tersusun atas rata-rata ukuran piroklast > 64 mm, namun bentuknya angular.
  • Lapili Tuff – tersusun atas rata-rata ukuran piroklast 2 – 64 mm.

Tuff atau ash tuff – tersusun atas ukuran piroklast < 2mm.

2.7 Mekanisme Endapaan Piroklastik

Tekstur dan struktur batuan piroklastik sangat bervariasi dan kompleks, dibandingkan komposisi tephra yang relatif lebih sederhana. Struktur dan tekstur ini dihasilkan oleh mekanisme pengendapan yang langsung akibat aktifitas letusan gunungapi. Secara umum, dikenal tiga kelompok mekanisme pengendapan batuan piroklastik yang menghasilkan tiga jenis endapan yang berbeda. Ketiganya dapat dibedakan oleh kenampakan dan asosiasi struktur atau teksturnya. Ketiga jenis endapan tersebut yaitu pyroclatic fall deposit, pyroclatic flow deposit dan pyroclastic surge deposit. (Yuwono, 2002).

2.8 ALTERASI DAN WELDING (PENGELASAN)

Batuan piroklastik rawan terhadap alterasi hidrotermal, terutama apabila pada saat diendapkan masih bersuhu tinggi, terlebih bila bersentuhan dengan air (laut). Alterasi intensif juga terjadi pada zona di dekat pusat erupsi. Alterasi pada tufa dan lapili berkomposisi basa akan diawali dengan proses devitrifikasi yaitu alterasi yang dialami gelas menjadi agregat sangat halus dari material kriptokristalin berwarna keruh, yang lalu digantikan agregat klorit berwarna kehijauan, tetapi akibat oksidasi akan berubah warna menjadi kecoklatan. Feldspar akan berubah menjadi kalsit, mineral lempung dan serisit, sedangkan mineral mafik berubah menjadi serpentin dan klorit. Apabila tufa dan lapili diendapkan dalam suhu tinggi (misalnya endapan awan panas), kemungkinan akan mengalami proses pengelasan sehingga membentuk welded tuff atau welded lapilistone yang sangat padat dan sangat mirip dengan batuan beku aliran lava, baik kenampakan lapangan maupun dibawah mikroskop. (Yuwono, 2002).

2.9 KLASIFIKASI BATUAN PIROKLASTIK

Penamaan batuan piroklastik menurut Schmid (1981) berdasar ukuran butir piroklas secara deskriptif dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.3. Klasifikasi granulometri dengan piroklas berbutir seragam

Ukuran butir (mm)

Piroklas

Endapan piroklastik

Material lepas (tephra)

Material memadat (batuan piroklastik)

64

2

1/16

Blok, bom

Tefra blok, tefra bom

Breksi piroklastik, aglomerat

Lapili

Tefra lapili

Batulapili

Abu kasar

Tefra lapili

Tufa kasar

Abu halus

Tefra halus

Tufa halus

Apabila batuan piroklastik terdiri dari campuran berbagai ukuran piroklas, klasifikasi dengan diagram segitiga (Fischer, 1966) dengan anggota akhir blok atau bom, lapili dan abu yang disajikan pada gambar 1.1.


Gambar 2.1. Penamaan batuan piroklastik berbutir tidak seragam

Batuan piroklastik berbutir halus, baik tufa kasar maupun tufa halus dapat dibedakan berdasarkan jenis piroklasnya yang dominan. Dengan menggunakan diagram segitiga yang anggota akhirnya gelas (vitrik), kristal dan batuan (lithik), dikenal nama-nama tufa gelas, tufa lithik/ tufa sela, tufa kristal, tufa gelas-kristal dan sebagainya.


Gambar 2.2. Klasifikasi ash dan tufa menurut jenis piroklas

(Schmid, 1981)

3.10 FASIES GUNUNG API

Secara bentang alam, gunung api yang berbentuk kerucut dapat dibagi menjadi daerah puncak, lereng, kaki, dan dataran di sekelilingnya. Pemahaman ini kemudian dikembangkan oleh Williams dan McBirney (1979) untuk membagi sebuah kerucut gunung api komposit menjadi 3 zone, yakni Central Zone, Proximal Zone, dan Distal Zone. Central Zone disetarakan dengan daerah puncak kerucut gunung api, Proximal Zone sebanding dengan daerah lereng gunung api, dan Distal Zone sama dengan daerah kaki serta dataran di sekeliling gunung api. Namun dalam uraiannya, kedua penulis tersebut sering menyebut zone dengan facies, sehingga menjadi Central Facies, Proximal Facies, dan Distal Facies.

beserta komposisi batuan penyusunnya (Bogie & Mackenzie,


Gambar 2.3. Pembagian fasies gunung api menjadi fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial, dan fasies distal

Pembagian fasies gunung api tersebut dikembangkan oleh Vessel dan Davies (1981) serta Bogie dan Mackenzie (1998) menjadi empat kelompok, Fasies gunung api dan aplikasinya (S. Bronto) 61 yaitu Central/Vent Facies, Proximal Facies, Medial Facies, dan Distal Facies. Fasies sentral terletak di bagian puncak atau pusat erupsi, fasies proksimal pada lereng atas dan fasies medial di lereng bawah. Fasies distal terletak di kaki dan dataran di sekeliling gunung api, di antaranya dataran di latar depan gunung api.

PIROKLASTIK

Gambar 2.4 Pembagian fasies gunung api pada gunung api aktif masa kini

Sesuai dengan batasan fasies gunung api, yakni sejumlah ciri litologi (fisika dan kimia) batuan gunung api pada suatu lokasi tertentu, maka masing-masing fasies gunung api tersebut dapat diidentifi kasi berdasarkan data:

1. inderaja dan geomorfologi,

2. stratigrafi batuan gunung api,

3. vulkanologi fisik,

4. struktur geologi, serta

5. petrologi-geokimia.

Penulis: rachmadirwansyah

Saya adalah seorang laki-laki berusia 16 tahun yang kini hidup berkelana di Kota Pendidikan Malang, saya adalah seorang yang sangat simple unutk berpenampilan dan juga selalu ingin tahu tentang hal-hal baru di sekitar saya. Saya ingin berbagi di blog ini, entah itu cerita hidup saya atau ilmu dan lain-lainnya.

Tinggalkan komentar