Bumi Cinta

Membumikan Cinta Sepenuh Jiwa Memberi Arti Pada Yang Maha Esa


Tinggalkan komentar

PETROGRAFI BATUAN BEKU FRAGMENTAL (PIROKLASTIK)

2.1. Pengertian

Batuan piroklastik adalah jenis batuan yang dihasilkan oleh proses lisenifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat volkanis selama erupsi yang bersifat eksplosif. Bahan-bahan jatuhan kemudian mengalami litifikasi baik sebelum ditransport maupun rewarking oleh air atau es.

Batuan Piroklastik merupakan batuan gunungapi bertekstur klastika sebagai hasil letusan gunungapi dan langsung dari magma pijar. Piroklastik merupakan fragmen yang dibentuk dalam letusan volkanik, dan secara khusus menunjuk pada klastika yang dihasilkan dari magmatisme letusan. Dalam mempelajari batuan piroklastik kita tidak dapat lepas dari mempelajari bagaimana mekanisme pembentukan dan karakteristik endapan piroklastik.

Batuan piroklastik berdasarkan mekanisme pembentukannya dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu jatuhan piroklastik, aliran piroklastik dan seruakan (surge) piroklastik. Jatuhan piroklastik merupakan onggokan piroklastik yang diendapkan melalui media udara, dan terbentuk setelah material hasil letusan dikeluarkan dari kawah, menghasilkan suatu kolom erupsi. Aliran piroklastik merupakan aliran panas berkonsentrasi tinggi, menyusuri permukaan, mudah bergerak, berupa gas dan partikel
terdispersi yang dihasilkan oleh erupsi volkanik. Seruakan piroklastik adalah piroklastik yang mekanisme transportasinya secara dihembuskan, disemburkan atau menyeruak secara lateral yang mengangkut piroklas sepanjang permukaan sebagai kelanjutan dari sistem turbulen, mengandung partikel rendah dan merupakan dispersi gas dengan bahan padat. Jatuhan, aliran dan seruakan piroklastik ini jika terjadi pada lingkungan yang berbeda contohnya lingkungan subaerial dan subaqueus akan mempunyai mekanisme berbeda dan memberikan karakteristik endapan tersendiri.

Batuan piroklastik sangat berbeda teksturnya dengan batuan beku, apabila batuan beku adalah hasil pembekuan langsung dari magma atau lava, jadi dari fase cair ke fase padat dengan hasil akhir terdiri dari kumpulan kristal, gelas ataupun campuran dari kedua-duanya. Sedangkan batuan piroklastik terdiri dari himpunan material lepas-lepas (dan mungkin menyatu kembali) dari bahan-bahan yang dikeluarkan oleh aktifitas gunung api, yang berupa material padat berbagai ukuran (dari halus sampai sangat kasar, bahkan dapat mencapai ukuran bongkah). Oleh karena itu klasifikasinya didasarkan atas ukuran butir maupun jenis butirannya.pengamatan petrografi dari batuan piroklastik ini sangat terbatas, oleh karena itu sangat di anjurkan, untuk mempelajari dengan baik dari kelompok batuan piroklastik ini harus dilakukan pengamatan di lapangan, karena keterbatasan yang dimiliki bila hanya dilakukan pengamatan mikroskopi saja. ( Yuwono, 2002)

  • Tipe 1

    Batuan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat volkanik jatuh ke darat yang kemudian kering akibat pengaruh medium udara, kemudian mengalami litifikasi membentuk batuan fragmental.Jadi jatuhan piroklastik ini belum mengalami pengangkutan.

  • Tipe 2

    Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat volkanik terangkut ke dalam tempat pengendapannya yaitu di daratan yang kering dengan media gas yang dihasilkan dari magma sendiri yang merupakan aliran abu yang merupakan onggokan aliran litifikasi dan membentuk batuan fragmental.

  • Tipe 3

    Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang jatuh ada suatu tubuh perairan (baik darat maupun laut) yang tenang arusnya sangat kecil, onggokan aliran litifikasi dan membentuk batuan fragmental.

  • Tipe 4

    Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang jatuh pada suatu tubuh perairan yang arusnya aktif (bergerak). Sebelum mengalami litifikasi mengalami rewarking dan dapat bercampur dengan batuan lain yang dihasilkan akan mempunyai struktur sediment basa.

  • Tipe 5

    Bahan piroklastik yang telah jatuh sebelum mengalami pelapukan kemudian diangkut dan diendapkan ditempat lain dengan media air. Hasilnya batuan sedimen dengan asal-usulnya adalah bahan-bahan piroklastik,dengan struktur sediment biasa.

  • Tipe 6

    Bahan piroklastik yang telah jatuh sudah mengalami proses-proses litifikasi, kemudian diendapkan kembali ke tempat yang lain. Batuan yang dihasilkan adalah batuan sediment dengan propenan piroklastik.

2.2. Tekstur Batuan Piroklastik

Klasifikasi tekstur pada batuan piroklastik tidak jauh berbeda dengan tekstur batuan beku plutonik. Yang khas pada batuan piroklastik adalah bentuk pada batuan yang runcing yang tajam, yang biasa dikenal sebagai glass hard atau gelas runcing tajam serta adanya batu apung (pumica).

2.3. Struktur Batuan Piroklastik

Seperti halnya struktur batuan beku plutonik , pada batuan piroklastik juga dijumpai struktur seperti skoriaan, vesikuler, serta amygdaloidal.

2.4. Jenis Endapan Piroklastik Tak Terkonsolidasi

  1. Lapili

Lapili berasal bahasa latin lapillus, yang berarti nama untuk hasil erupsi eksplosif gunung api yang berukuruan 2mm – 64mm. Selain dari fragmen batuan , kadang-kadang terdiri dari mineral – mineral augti, olivine, plagioklas.

  1. Debu Gunung Api

Debu gunung api adalah merupakan batuan piroklastik yang berukuran 2mm- 1/256mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat erupsi eksplosif. Namun ada juga debu gunung berapi yang terjadi karena proses penggesekan pada waktu erupsi gunung api. Debu gunung api masih dalam keadaan belum terkonsolidasi,

  1. Bom Gunung Api

Bom adalah merupakan gumpalan-gumpalan lava yang mempunyai ukuran lebih besar dari 64mm. Beberapa bomb mempunyai ukuran yang sangat besar. Sebagai contoh bomb yang berdiameter 5 meter dengan berat 200kg dengan hembusan setinggi 600 meter selama erupsi. Misalnya, di gunung api Asama, Jepang pada tahun 1935.

  1. Block Gunung Api

Block Gunung Api merupakan batuan piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi eksplosif dari fragmen batuan yang sudah memadat lebih dulu dengan ukuran lebih besar dari 64 mm. Block-block ini selalu menyudut bentuknya atau equidimensional.

2.5. Tipe Endapan Piroklastik

  • Endapan Aliran ( Pyroclastic Flow)

Endapan piroklastik aliran yaitu merupakan jenis material hasil langsung dari pusat erupsi, kemudian teronggokan di suatu tempat. Hal ini meliputi hot avalanche, glowing avalanche, lava collapse ,hot ashes avalanche.

Aliran umumnya berlangsung pada suhu tinggi antara 500°-650°C dan temperaturnya cenderung menurun selama pengalirannya. Penyebaran pada bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi, sebab sifat-sifat endapan tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan. Bagian bawah menampakkan morfologi asal dan bagian atasnya datar.

  • Endapan Surge (Pyroclastic Surge)

Endapan piroklsatik surge merupakan suatu awan campuran dari bahan padat dan gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara trubulensi di atas permukaan. Pada umumnya endapan piroklastik surge ini mempunyai pemilahan yang baik, berbutir halus dan berlapis baik. Endapan ini mempunyai strutur pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan bergelombang hingga planar. Yang paling khas dari endapan ini adalah mempunyai struktur silang siur, melensa dan bersudaut kecil . Endapan surge umumnya kaya akan keratan batuan kristal.

  • Endapan Jatuhan (Pyroclastic Fall)

Endapan piroklastik jatuhan yaitu merupakan onggokan piroklastik yang diendapkan melalui udara . Endapan ini umumnya akan berlapis baik, dan pada lapisannya akan memperlihatkan struktur butiran bersusun. Endapan ini meliputi aglomerat, breksi, piroklastik, tuff dan lapili.

2.6. Klasifikasi Dan Penamaan Batuan Piroklastik

Beragam klasifikasi piroklastik telah diusulkan oleh para ahli, yang masing-masing mempunyai dasar klasifikasi sendiri-sendiri. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa mereka sepakat memberi nama piroklastik , dari mulai yang paling halus hingga yang sangat kasar, berkisar dari abu hingga bom. Meskipun dasar penamaan adalah ukuran butir , tetapi tetap saja tidak ada keseragaman dalam ukuran besar butirnya. Salah satu contoh klasifikasi penamaan batuan piroklastik adalah menurut Tunner & Gilbert, 1954.

Klasifikasi Menurut H. William F.J Tunner Dan C.M Gilbert (1954)

William F.J Turner Dan C.M Giblert (1954) berdasarkan ukuran butir, membagi piroklastik menjadi bom dan bongkahan apabila ukurannya lebih besar dari 32mm;lapili (4-32mm) dan abu (<4mm) . Bom merupakan bahan lepas yang padat saat dikeluarkan sudah berupa bahan padat akan membentuk endapan breksi gunung api.

Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut H. William F.J Tunner Dan C.M Gilbert (1954)

Size

UNCONSOLIDATED

CONSILDATED

> 23

Bomb

Block

Block and ashes

Angglomerat

Volcanic Breciass

Tuff Breceiass

4- 32

Lapili

Cinder (vecikuler)

Lapili

Cindey lapili tuft

¼-4

Coarse Ash

Coarse Tuft

< ¼

Asg or volcanic dust

Tuft

Tabel 2.2 Klasifikasi batuan piroklastik berdasrkan ukurannya (Schmid, 1981)

Ukuran

Piroklas

Endapan piroklastik

Tefra (tak terkonsolidasi)

Batuanpiroklastik (terkonsolidasi)

> 64 mm

Bom, blok

Lapisan bom / blok

Tefra bom atau blok

Aglomerat, breksi piroklastik

2 – 64 mm

Lapili

Lapisan lapili atau

Tefra lapili

Batulapili (lapillistone)

1/16 – 2 mm

Abu/debu kasar

Abu kasar

Tuf kasar

< 1/16 mm

Abu/debu halus

Abu/debu halus

tuf halus

Berdasarkan terbentuknya, fragmen piroklast dapat dibagi menjadi:

· Juvenile pyroclasts : hasil langsung akibat letusan, membeku dipermukaan (fragmen gelas, kristal pirojenik)

· Cognate pyroclasts : fragmen batuan hasil erupsi terdahulu (dari gunungapi yang sama)

· Accidental pyroclasts : fragmen batuan berasal dari basement (komposisi berbeda)

Fragmen:

1. Gelas/ Amorf

2. Litik

3. Kristalin

Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimia, mineral dan teksturnya. Namun, yang paling umum digunakan adalah klasifikasi berdasarkan komposisi mineral dan tekstur.

Material penyusun batuan piroklastik disebut piroklast, dimana material ini dibedakan berdasarkan ukurannya menjadi :

  • Bombdiameter >64mm, bentuk retak-retak seperti kerak roti menunjukkan pendinginan cepat.
  • Blockdiameter >64mm, bentuk angular hingga subangular, menunjukkan terbentuknya setelah dalam bentuk solid.
  • Lapillidiameter 64mm hingga 2mm, terdapat dalam segala macam bentuk.
  • Ash – diameter < 2 mm, dapat dibedakan lagi menjadi coarse ash(2mm -1/16mm) dan fine ash (< 1/16mm).

Batuan piroklasitk tersusun atas akumulasi piroklas yang telah mengalami konsolidasi, batuan ini diklasifikasikan berdasarkan ukuran piroklas penyusunnya. Klasifikasi batuan piroklastik non genetik berdasarkan ukuran dan bentuk piroklas penyusunnya adalah:

  • Aglomerat – tersusun atas piroklast ukuran > 64mm dengan bentuk membundar.
  • Breksi Piroklastik – tersusun atas rata-rata ukuran piroklast > 64 mm, namun bentuknya angular.
  • Lapili Tuff – tersusun atas rata-rata ukuran piroklast 2 – 64 mm.

Tuff atau ash tuff – tersusun atas ukuran piroklast < 2mm.

2.7 Mekanisme Endapaan Piroklastik

Tekstur dan struktur batuan piroklastik sangat bervariasi dan kompleks, dibandingkan komposisi tephra yang relatif lebih sederhana. Struktur dan tekstur ini dihasilkan oleh mekanisme pengendapan yang langsung akibat aktifitas letusan gunungapi. Secara umum, dikenal tiga kelompok mekanisme pengendapan batuan piroklastik yang menghasilkan tiga jenis endapan yang berbeda. Ketiganya dapat dibedakan oleh kenampakan dan asosiasi struktur atau teksturnya. Ketiga jenis endapan tersebut yaitu pyroclatic fall deposit, pyroclatic flow deposit dan pyroclastic surge deposit. (Yuwono, 2002).

2.8 ALTERASI DAN WELDING (PENGELASAN)

Batuan piroklastik rawan terhadap alterasi hidrotermal, terutama apabila pada saat diendapkan masih bersuhu tinggi, terlebih bila bersentuhan dengan air (laut). Alterasi intensif juga terjadi pada zona di dekat pusat erupsi. Alterasi pada tufa dan lapili berkomposisi basa akan diawali dengan proses devitrifikasi yaitu alterasi yang dialami gelas menjadi agregat sangat halus dari material kriptokristalin berwarna keruh, yang lalu digantikan agregat klorit berwarna kehijauan, tetapi akibat oksidasi akan berubah warna menjadi kecoklatan. Feldspar akan berubah menjadi kalsit, mineral lempung dan serisit, sedangkan mineral mafik berubah menjadi serpentin dan klorit. Apabila tufa dan lapili diendapkan dalam suhu tinggi (misalnya endapan awan panas), kemungkinan akan mengalami proses pengelasan sehingga membentuk welded tuff atau welded lapilistone yang sangat padat dan sangat mirip dengan batuan beku aliran lava, baik kenampakan lapangan maupun dibawah mikroskop. (Yuwono, 2002).

2.9 KLASIFIKASI BATUAN PIROKLASTIK

Penamaan batuan piroklastik menurut Schmid (1981) berdasar ukuran butir piroklas secara deskriptif dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.3. Klasifikasi granulometri dengan piroklas berbutir seragam

Ukuran butir (mm)

Piroklas

Endapan piroklastik

Material lepas (tephra)

Material memadat (batuan piroklastik)

64

2

1/16

Blok, bom

Tefra blok, tefra bom

Breksi piroklastik, aglomerat

Lapili

Tefra lapili

Batulapili

Abu kasar

Tefra lapili

Tufa kasar

Abu halus

Tefra halus

Tufa halus

Apabila batuan piroklastik terdiri dari campuran berbagai ukuran piroklas, klasifikasi dengan diagram segitiga (Fischer, 1966) dengan anggota akhir blok atau bom, lapili dan abu yang disajikan pada gambar 1.1.


Gambar 2.1. Penamaan batuan piroklastik berbutir tidak seragam

Batuan piroklastik berbutir halus, baik tufa kasar maupun tufa halus dapat dibedakan berdasarkan jenis piroklasnya yang dominan. Dengan menggunakan diagram segitiga yang anggota akhirnya gelas (vitrik), kristal dan batuan (lithik), dikenal nama-nama tufa gelas, tufa lithik/ tufa sela, tufa kristal, tufa gelas-kristal dan sebagainya.


Gambar 2.2. Klasifikasi ash dan tufa menurut jenis piroklas

(Schmid, 1981)

3.10 FASIES GUNUNG API

Secara bentang alam, gunung api yang berbentuk kerucut dapat dibagi menjadi daerah puncak, lereng, kaki, dan dataran di sekelilingnya. Pemahaman ini kemudian dikembangkan oleh Williams dan McBirney (1979) untuk membagi sebuah kerucut gunung api komposit menjadi 3 zone, yakni Central Zone, Proximal Zone, dan Distal Zone. Central Zone disetarakan dengan daerah puncak kerucut gunung api, Proximal Zone sebanding dengan daerah lereng gunung api, dan Distal Zone sama dengan daerah kaki serta dataran di sekeliling gunung api. Namun dalam uraiannya, kedua penulis tersebut sering menyebut zone dengan facies, sehingga menjadi Central Facies, Proximal Facies, dan Distal Facies.

beserta komposisi batuan penyusunnya (Bogie & Mackenzie,


Gambar 2.3. Pembagian fasies gunung api menjadi fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial, dan fasies distal

Pembagian fasies gunung api tersebut dikembangkan oleh Vessel dan Davies (1981) serta Bogie dan Mackenzie (1998) menjadi empat kelompok, Fasies gunung api dan aplikasinya (S. Bronto) 61 yaitu Central/Vent Facies, Proximal Facies, Medial Facies, dan Distal Facies. Fasies sentral terletak di bagian puncak atau pusat erupsi, fasies proksimal pada lereng atas dan fasies medial di lereng bawah. Fasies distal terletak di kaki dan dataran di sekeliling gunung api, di antaranya dataran di latar depan gunung api.

PIROKLASTIK

Gambar 2.4 Pembagian fasies gunung api pada gunung api aktif masa kini

Sesuai dengan batasan fasies gunung api, yakni sejumlah ciri litologi (fisika dan kimia) batuan gunung api pada suatu lokasi tertentu, maka masing-masing fasies gunung api tersebut dapat diidentifi kasi berdasarkan data:

1. inderaja dan geomorfologi,

2. stratigrafi batuan gunung api,

3. vulkanologi fisik,

4. struktur geologi, serta

5. petrologi-geokimia.


Tinggalkan komentar

PETROGRAFI BATUAN BEKU NON FRAGMENTAL

2.1 Klasifikasi Batuan Beku Fragmental

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma.Karena hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya.Komposisi mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi, sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.

Didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku dikelompokkan menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif (lava). Pembekuan batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock (korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar 2.1). Karena pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun atas mineral-mineral yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan dengan batuan beku ekstrusi.Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik), seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.


Gambar 2.1 Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock, sill dan dike

Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya.Tipe magma tergantung dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari limpahan unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang mencapai hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) maka disebut sebagai oksida, SiO2 adalah salah satunya.Sifat dan jenis batuan beku dapat ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 di dalamnya.

Tabel 2.1 Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003)

Menurut keterdapatannya, berdasarkan tatanan tektonik dan posisi pembekuannya (Tabel 2.2), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan intrusi plutonik (dalam) berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi dangkal yaitu dasit, andesit, basaltik andesitik, riolit, dan batuan gunung api (ekstrusi yaitu riolit, lava andesit, lava basal.

Tabel 2.2.Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya.

Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan menjadi tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara umum, limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen. Hanya mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu kristalisasi yang relatif sama yang dapat hadir bersama-sama (mineral asosiasi; Tabel 2.3)

bowen

Tabel 2.3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral penyusun dalam batuan beku

2.2. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya

2.2.1 Kelompok batuan beku intrusi plutonik

  1. Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit

    Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah pada wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona pemekaran lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik (intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit.Didasarkan atas tatanan tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.

    Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa dan ultra basa (Gambar 2.2).Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas lebih dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%.Makin tinggi kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin ultra basa (Gambar 2.2 bawah).batuan beku basa terdiri atas anorthosit, gabro, olivin gabro, troktolit (Gambar 2.2. atas). Batuan ultra basa terdiri atas dunit, peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar 2.2 bawah).

012214_2240_PETROGRAFIB5.png

Gambar 2.2 Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik; sumber IUGS classification)

  1. Batuan beku asam – intermediet

    Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan tektonik kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika.Kelompok batuan ini membeku pada suhu 650-800oC.Dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid) dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit, monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar 2.3). Jika dalam batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung mineral foid, begitu pula sebaliknya.

    012214_2240_PETROGRAFIB6.png

Gambar 2.3. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS classification)

2.2.2 Kelompok batuan beku luar

Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang tersingkap di Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di sepanjang busur vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat dikelompokkan sebagai batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis dicirikan oleh tekstur halus (afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api. Didasarkan atas kandungan mineralnya, kelompok batuan ini dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit (Gambar 2.4).

012214_2240_PETROGRAFIB7.png

Gambar 2.4. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)

Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-sama. Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.

Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan kuarsa.Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit.Batuan yang mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersama-sama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.



Tinggalkan komentar

Menjadi Masyarakat Bijak di Tengah Polemik Dunia Pertambangan Indonesia

                Indonesia merupakan negara yang dikaruniai sumber daya alam yang sangat luar biasa, letaknya yang berada di zona ring of fire menyebabkan berbagai macam kekayaan mulai dari yang padat hingga cair melimpah di negeri ini. Salah satu kekayaan yang ada adalah kekayaan bahan tambang yang tersebar sangat merata di seluruh penjuru negeri ini, ada emas, perak, tembaga, batubara, besi dan lain-lainnya yang secara langsung dan tidak langsung kita rasakan manfaatnya. Melimpahnya Indonesia akan bahan tambang tersebut, menyebabkan banyak perusahaan tambang baik lokal maupun asing berdiri dan berinvestasi di Indonesia. Sejalan dengan waktu, kemunculan perusahaan ini mulai menuai benturan-benturan di masyarakat , pecinta lingkungan dan pihak lainnya. Alasan utama mereka adalah pertambangan merusak lingkungan.

 peta tambangGambar 1. Potensi Hasil Tambang Di Indonesia

                Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan pertambangan pasti bersinggungan dengan alam, karena kita tau bahwa semua bahan tambang tersebut dihasilkan dari dalam permukaan bumi melalui serangkaian proses yang memerlukan waktu kurang lebih jutaan tahun lamanya. Kekayaan alam tersebut memiliki manfaat yang luar biasa terhadap kehidupan manusia, namun kita juga tidak boleh seenaknya saja dalam mengambilnya. Setiap kegiatan pertambangan memiliki SOP (Standar Of Procedure) masing-masing tergantung pada bahan galian serta kondisi geografis setempat. Di Indonesia kegiatan usaha pertambangan ini diatur pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Di dalam peraturan perundangan tersebut sudah jelas tertera bahwa usaha kegiatan pertambangan haruslah dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. Sehingga ketika suatu perusahaan tambang dilakukan sesuai degan peraturan dan standart yang ada akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat sekitar.

                Stereotype yang saat ini berkembang di masyarakat lebih menitikberatkan pada dampak negative dari usaha pertambangan ini yaitu diantaranya pencemaran lingkungan baik air, udara maupun tanah. Selain itu pengembalian lahan bekas tambang juga sering menjadi masalah utama, dikarenakan lahan-lahan tersebut sebelum adanya tambang merupakan lahan yang produktif yang bisa bermanfaat bagi masyarakat, namun setelah ditambang dan selesai lalu ditelantarkan maka akan memberikan dampak negative bagi masyarakat diantaranya terjadinya peningkatan kemiskinan. Padahal jika kita tahu bahwa setiap perusahaan, termasuk perusahaan tambang memiliki kewajiban yaitu CSR (Corporate Social Responsibility). Apa itu CSR ? CSR merupakan program yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sebagai wujud tanggungjawab dan kepedulian sosial. Nah inilah yang sebenarnya banyak dan belum diketahui oleh masyarakat, contohnya saja yang telah dilakukan oleh PT Newmont Nusa Tenggara. Perusahaan ini telah berkali-kali mendapat penghargaan dari pemerintah diantaranya yaitu Pandu Daya Masyarakat (Padma) atas peningkatan hasil pertanian dengan penerapan System of Rice Intensification (SRI), selain itu perusahaan ini juga telah membangun berbagai macam sarana-prasarana diperuntukkan bagi masyarakat setempat dan juga tidak lupa perusahaan ini melakukan tanggung jawab dibidang lingkungan diantaranya dengan perlindungan terumbu karang yang melibatkan masyarakat setempat.

 penanaman kembaliGambar 2. Penanaman kembali sebagai bentuk CSR perusahaan.

Padahal jika kita tahu bahwa kita tidak bisa hidup seperti sekarang ini tanpa adanya berbagai olahan hasil tambang tersebut diantaranya adalah alat transportasi. Bayangkan saja tanpa adanya besi, aluminium, tembaga dan bahan lainnya bagaimana kita bisa berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu sesingkat mungkin ?

 alat transportasiGambar 3. Alat Transportasi

                Lalu tanpa adanya hasil tambang bagaimana kita berkomunikasi yang saat ini telah begitu mudah dan canggih. Bahkan alat komunikasi ini telah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat, dengan gadget-gadget nya.

 alat komunikasiGambar 4. Alat komunikasi

                Untuk itulah kita harus lebih bijak dan mengerti sesuatu terlebih dahulu sebelum menyuarakan suara akan sesuatu, agar tidak terjadi salah informasi. Perusahaan tambang dan masyarakat merupakan dua komponen yang akan saling terkait dan saling menguntungkan bila diantara kedua belah pihak mematuhi peraturan yang telah ada. Kita harus menjadi masyarakat modern yang kritis dan pintar dalam memandang sesuatu, supaya terjadi keseimbangan yaitu kita sebagai pihak pengontrol kegiatan yang berlangsung, perusahaan sebagai pelaksana dan pemerintah sebagai regulator. Jika ketiga komponen ini berjalan dengan baik, maka dapat dijamin kesuksesan serta manfaat yang ditimbulkan dari berlangsungnya kegiatan tertentu.